Selasa, 24 Januari 2012

Kisah Inspiratif Mengenai Reinkarnasi



Cerita ini dimulai pada jaman Dinasti Song Utara (960-1127 Sesudah Masehi). Karena seringnya kalah dalam perang dengan Kerajaan Liao, Dinasti Song Utara akhirnya menandatangani perjanjian damai Tanyuan dengan Liao. Di dalam perjanjian ini, Song Utara setuju untuk membayar upeti dalam jumlah besar kepada Liao setiap tahunnya. Akibatnya, Song Utara harus menarik pajak yang tinggi kepada rakyatnya, menyebabkan rakyat menjadi semakin miskin. Rakyat Song, terutama yang tinggal di perbatasan antara Song dan Liao, mengalami kesengsaraan yang amat sangat sepanjang tahunnya. Kerajaan Liao justru mencapai puncak kejayaannya pada periode ini.




Pada masa itu, saya bereinkarnasi menjadi seorang putri di Kerajaan Liao yang bernama Tianxing Putri Tianxing ini memiliki kepribadian yang galak dan mudah tersinggung. Seorang guru tua bela diri mengajari Putri Tianxing sejak ia masih kecil. Sebelum gurunya berpisah dengannya, ia memberikan sebuah pedang pusaka yang dapat membelah besi menjadi dua. Gurunya memberi tahu putri bahwa ia tidak pernah boleh membunuh seseorang yang tidak bersalah. Ketika gurunya meninggalkannya, ia baru berumur 20 tahun. Untuk mencarikannya seorang suami, ayahnya telah melewati banyak kesusahan. Ia mencari banyak kandidat supaya putrinya dapat memilih, tetapi putri Tianxing tidak mau menikahi salah satunya. Sang putri juga merasa murung jika membahas tentang rencana perkawinannya.

Suatu hari putri Tianxing mendapat sebuah mimpi di mana seorang terpelajar yang tampan berkulit langsat menyanyikan sebuah puisi kepadanya, ”Kapan musim semi merekah dan bulan musim gugur berakhir? Berapa banyak kemewahan yang seseorang dapat nikmati sepanjang hidupnya? Ribuan tahun lewat dengan cepat. Ketika seseorang baru mencapai karirnya dan ketenaran, ia telah menjadi tua dan sekarat. Di mana seseorang dapat mencari keabadian? Hanya melalui kultivasi seseorang baru dapat menjadi dewa!” Segera putri merasa dekat dengan orang ini. Ketika putri baru akan mendekati dan menyapanya, pelajar itu segera lenyap. Putri merasa kaget dan terbangun dari mimpinya.

Setelah terbangun dari mimpinya, ia melihat dayang-dayangnya semua sedang tertidur. Putri menyalakan lampu dan memeriksa wajahnya yang cantik di kaca tembaga. Meskipun ia tidak diperkenankan keluar dari kamarnya sepanjang hari, ia bukan seorang yang berpenampilan lesu dan kurus, ia kelihatan sangat sehat dan cantik. Tetapi karena sesuatu hal, ia merasakan tidak ada yang nyata. Waktu mengalir bagaikan sungai. Bagaimana mungkin ia mempertahankan kemudaan dan kecantikan untuk selamanya? Sang putri memikirkan tentang mimpinya dan mulai merasa murung. Disamping itu, ia merasa kesulitan mencari sesorang yang dicintainya. Tiba-tiba ia merasakan niat yang kuat untuk meninggalkan istana. ”Saya mau pergi dari sini dan mencari takdirku sendiri.” Ia memutuskan untuk segera pergi karena ia tahu ayahnya tidak akan menyetujuinya. Ia menulis surat kepada ayahnya. Dikatakannya, ”Tianxing akan meninggalkan rumah malam ini. Ayah, maafkan saya karena tidak pamit lebih dahulu. Saya harus pergi sendiri mencari Fa Buddha. Saya akan membebaskan diri saya dari reinkarnasi yang tidak terhitung dan selamanya menjauhi dunia manusia yang kotor. Ketika saya mencapai kesempurnaan, saya akan kembali dan menyelamatkan orang tuaku!”

Setelah ia selesai menulis surat, putri Tianxing menghapus air mata dari wajahnya. Ia menaiki kuda dan meninggalkan ibukota dengan pedang pusakanya. Pagi harinya, dayang-dayang putri tidak menemukan sang putri dan segera melapor kepada raja. Setelah membaca suratnya, raja menangis tersedu-sedu. Butuh waktu cukup lama bagi ratu untuk menghibur raja. Akhirnya raja berkata dengan yakin, ”Bahkan jika Tianxing tetap bersama saya, kita harus juga berpisah setelah beberapa waktu. Jika ia sungguh dapat mencari Fa Buddha yang dapat membebaskannya dari siklus reinkarnasi, bukankah itu lebih baik? Sejak ia masih kecil, ia tidak pernah tertarik pada konflik dunia untuk mendapatkan kekuasaan. Sungguh hal yang tepat ia meninggalkan istana. Ia akan menjalani kehidupan yang tenang. Saya merasa tenang selama ia gembira. Ia mahir dalam seni bela diri. Kemana pun ia pergi, tidak akan ada seseorang yang dapat mengambil keuntungan darinya.” Setelah hampir sepuluh tahun putri meninggalkan istana, kedua orang tua Tianxing meninggal dunia.

Setelah Tianxing meninggalkan ibukota, ia melanglang buana selama hampir dua minggu hingga suatu hari ia pergi ke suatu gunung yang tinggi yang disebut Gunung Daqing. Ia ingat bahwa ayahnya pernah mengatakannya ketika mereka berbincang-bincang bahwa ada sekumpulan penjahat di atas Gunung Daqing. Menurut ayahnya, ketua dari kelompok penjahat ini bernama Kong Xin. Ia sangat mahir dengan pedang, tetapi ia orang yang bodoh. Karena itu ia gagal mengenali mata-mata dari Dinasti Song yang menyamar menjadi penjahat dan masuk ke dalam gengnya. Mata-mata itu memancingnya ke suatu tempat dekat Dunhuang dan membuatnya terbunuh. Sekarang geng penjahat itu tanpa pemimpin.

Sementara putri memikirkan tentang percakapan dengan ayahnya, segerombolan penjahat turun dari gunung. Ketuanya adalah seorang laki-laki yang besar,tegap dengan wajah merah. Dengan palu raksasa di tangannya, ia menghadangnya dan berkata. ”Nona, berikan semua uang anda dan saya akan mengampunimu. Jika tidak, saya akan menghantammu sampai berkeping-keping dengan paluku.”

“Sesukamu! Saya akan menghajarmu jika engkau berani!” Tianxing mencabut pedang pusakanya dan menunjukkan sikap tidak takut. Setelah beberapa jurus, Tianxing membelah palu raksasa orang tersebut menjadi dua.

Tianxing menaiki kudanya dan baru akan meninggalkannya ketika orang tersebut memberi hormat kepada Tianxing dan berkata, ”Tunggu sebentar. Bisakah saya membicarakan sesuatu denganmu?”
“Kamu dapat langsung bicara.”

“Saya kira anda pasti pernah mendengar bahwa kita tidak mempunyai pemimpin sekarang. Sekarang saya telah melihat kemampuanmu dalam seni bela diri, saya yakin anda adalah seorang ksatria wanita dengan berjiwa keadilan. Maukah anda menjadi pemimpin kami? Kami bersumpah mematuhi perintahmu.” Karena ia tidak mempunyai tujuan, Tianxing setuju menjadi pemimpin mereka. Sejak saat itu, Tianxing menjadi ketua dari penjahat-penjahat tersebut.

Selama sepuluh tahun kemudian, Tianxing dan penjahatnya banyak membunuhi pejabat pemerintah yang korup dan orang kaya yang bejat. Mereka menegakkan keadilan bagi banyak orang. Tetapi bagaimanapun jayanya kehidupan penjahat, mereka mencabut banyak nyawa. Rakyat sekitarnya memberi Tianxing julukan ahli pedang wanita dengan pedang pusaka. Pada waktu senggangnya, Tianxing sering berpikir, ”Saya meninggalkan istana untuk mencari Fa Buddha, tetapi takdir membawa saya menjadi penjahat! Astaga! Kapan saya akan pernah menemukan latihan kultivasi yang saya impikan siang dan malam?!”

Dua hari kemudian ketika Tianxing dan para penjahatnya sedang menikmati arak dan daging, seorang penjahat yang bertugas jaga melaporkan, ”Ada enam orang yang melewati gunung. Mereka kelihatannya bukan pejabat korup maupun orang kaya yang bejat. Apakah kita harus menghadang mereka?”

Tianxing memerintahkan, ”Lakukan seperti biasanya. Mengapa ragu?”

Setelah beberapa saat, penjahat itu melapor kembali kepada Tianxing, ”Kami membunuh hampir semuanya kecuali seorang terpelajar. Ia meminta kami tidak membunuhnya sampai ia telah mengatakan tiga hal kepada pemimpin.”

Tianxing berkata, ”Siapa dia kiranya berani unjuk gigi sebelum kematiannya? Bawa ia kemari, saya mau melihat tampangnya.”

Segera orang tersebut dibawa dalam keadaan terikat. Tianxing berpikir, ”Saya sepertinya pernah melihatnya di suatu tempat.” Tetapi ia tidak punya waktu untuk membayangkannya. Ia memelototi orang tersebut dan berteriak, ”Saya mendengar anda punya sesuatu untuk dikatakan kepada saya sebelum kami membunuhmu. Cepat bicara.”

Pelajar itu tidak kelihatan takut sama sekali. Ia memberi tahu Tianxing, ”Saya dengar engkau diberi julukan wanita pemain pedang dengan pedang pusaka. Tetapi sekarang setelah bertemumu, saya tahu bahwa itu adalah palsu.”

Tianxing merasa sangat tersinggung. Ia bertanya, ”Apa maksudmu?”

Seseorang yang mempunyai jiwa keadilan yang sejati tidak akan pernah membunuh orang yang tidak bersalah. Anda bahkan tidak bertanya siapa saya atau apa pekerjaan saya sebelum memutuskan untuk membunuh saya. Bukankan itu tindakan membunuh dengan semena-mena?

Tianxing membalas, ”Baik. Biar saya tanya kamu sesuatu. Mengapa anda berpergian dengan orang-orang tersebut?”

“Nama saya adalah Li Pengfei. Saya berasal dari Liandong. Saya telah belajar sejak saya masih kecil. Kemudian saya bertemu guru yang mengajarkan saya bagaimana untuk memulai latihan kultivasi. Ia menyuruh saya untuk pergi ke Gunung Jiuhua untuk mencari seorang kultivator Buddha yang agung untuk membebaskan saya dari lingkaran reinkarnasi selamanya. Dalam perjalanan ke Gunung Jiuhua, saya bertemu dengan pejabat pemerintahan dan orang kaya, jadi kita berjalan bersama. Sekarang giliran saya untuk bertanya kepada anda. Pertama, kapan anda akan berhenti membunuhi orang? Kedua, apakah anda merasa terkekang di dunia manusia? Ketiga, apakan anda tahu hukum surga bahwa dewa akan menghadiahi perbuatan baik dan menghukum perbuatan jahat dan bahwa kenyataannya dewa dan Buddha sedang mengamatimu di mana saja?”

Tianxing merasa sangat tertegun dengan kata-kata tersebut. Tiba-tiba ia teringat akan mimpi mengenai si pelajar tersebut. Ia berpikir, ”Apakah orang ini yang berada dalam mimpi saya?” Ia melepaskan ikatannya dan memerintahkan pengikutnya untuk melepaskannya.

Malam itu ia tidak dapat tidur. Ia terus terpikir tentang apa yang harus dilakukan terhadap hidup, perkawinan dan cita-citanya. Satu hal yang terus menghantuinya adalah bahwa ia telah banyak membunuh orang selama sepuluh tahun sebagai pemimpin penjahat. Sekali ia memulai latihan kultivasinya, apakah masa lalunya akan menjadi halangan baginya? Disamping itu, ia telah membentuk karakteristik yang tidak baik selama menjadi pemimpin para penjahat. Dapatkah ia dapat menghilangkan kebiasaan buruknya selama masa kultivasinya pada hidup ini? Ia terus memikirkan tentang hal ini dan tidak dapat tidur.

Pada hari berikutnya, ia mengakui kekhawatirannya pada Li Pengfei. Pengfei memberitahunya, ”Adalah boleh selama anda mulai memiliki pikiran dan perbuatan-perbuatan baik. Buddha hanya melihat hati. Ada pepatah Tiongkok kuno mengatakan, ”Adalah suatu kebaikan terbesar dari semuanya untuk mengetahui kesalahan-kesalahanmu dan belajar dari kesalahan-kesalahanmu.” Fa Buddha memiliki kekuatan untuk melenyapkan pikiran-pikiran yang diperoleh dan membawamu kembali ke jati diri sejati. Disamping itu, anda telah melupakan saya. Saya akan tinggal bersamamu. Jika anda mengalami kesulitan-kesulitan di dalam latihan kultivasimu, kita akan saling bertukar catatan kultivasi dan memecahkan masalahnya bersama!”

Melihat Pengfei, seorang yang memiliki jiwa yang budiman, Tianxing mulai mengaguminya. Ia pikir, ”Akan sangat menyenangkan mencari Fa Buddha bersama orang ini. Lagipula, ia sangat pandai menulis puisi. Aku tidak akan merasa bosan dengannya.” Ia dengan yakin mengatakan kepada Pengfei, ”Mulai sekarang, jika kamu gagal memperlakukan saya dengan baik, anda harus menjawabnya pada pedang pusakaku.” Pengfei berkata, ”Saya tidak berani mengancammu. Selama engkau tidak bertengkar atau meledak, saya akan sangat berterima kasih!” Mereka bercakap-cakap dan tertawa beberapa saat. Kemudian Tianxing memanggil para penjahat dan mengadakan pengaturan untuk mereka. Kemudian mereka berdua menikah dan meninggalkan gunung.

Ketika mereka tiba di kaki Gunung Jiuhua, mereka mulai menanyakan ke semua orang yang mereka temui mengenai kultivator Buddha yang agung. Mereka terus menanyakan dari kaki sampai ke puncak gunung, tetapi tidak ada seorangpun yang mengetahui keberadaan kultivator semacam itu. Hari mulai gelap, maka mereka bermalam di asrama Buddha yang ditinggalkan di puncak gunung. Sampai hari ini, saya masih mengingat kejadian tersebut seperti kemarin! Cahaya Buddha turun dari langit dalam berbagai warna pelagi. Cahaya yang menyenangkan bersinar menembus kabut pagi. Suatu pemandangan yang sangat indah dan kudus. Belas kasih Buddha menerangi seluruh dunia! Mereka merasa sangat gembira dapat menyaksikan kejadian yang luar biasa tersebut.

Sesuatu yang lebih istimewa muncul. Dalam cahaya Buddha tersebut muncul Buddha besar! Ia sangat anggun dan berwibawa. Dengan bunga lotus emas di kakinya, Buddha berpergian kemana saja. Ia menyelamatkan umat manusia dengan belas kasih yang tak terhingga. Ia menampakkan dirinya di hadapan para kultivator sejati untuk memberikan mereka petunjuk! Pasangan tersebut cepat-cepat berlutut dan memberi hormat berulang-ulang kepada Buddha. Buddha raksasa tersebut hanya berkata satu hal kepada mereka, ”Rajinlah berkultivasi dan anda akan mendapatkan buah status.” Kemudian Buddha menghilang bersamaan dengan cahaya Buddha.

Pasangan tersebut berpelukan dan mengucurkan air mata! Tidak pernah mereka mengira mendapat kesempatan langka untuk bertemu Buddha raksasa dan menyaksikan kejadian suci tersebut! Mereka berpikir, ”Kita pasti telah mengumpulkan banyak kebaikan dari hasil reinkarnasi masa lalu!” Mulai saat itu, mereka tinggal di atas gunung dan memulai latihan kultivasinya. Ketika mereka tidak memiliki Fa Buddha guna menuntun mereka ke tingkat kultivasi berikutnya, mereka diberikan petunjuk di dalam mimpinya guna menaikkan tingkatnya. Setelah berkultivasi selama 30 tahun, saat mereka sedang bermeditasi pada sore hari ketika tiba-tiba mereka mendengar musik dari Fa Buddha turun dari langit. Kemudian banyak bunga-bunga transparan turun dari langit. Bunga-bunga tersebut kelihatan cukup menyenangkan. Mereka mulai mengambang. Tubuh mereka menjadi transparan dan penuh keagungan. Mereka melihat Buddha raksasa lagi yang tersenyum kepada mereka. Sebuah kursi yang terbuat dari bunga lotus dan burung Bangau yang indah terbang menuju mereka.

Tianxing menaiki bunga lotus dan Pengfei menaiki punggung burung Bangau. Mereka terbang ke angkasa. Awan-awan berwarna-warni menemani mereka ke angkasa. Mereka akhirnya membebaskan diri mereka dari lingkaran reinkarnas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar